Info Viral, Mandailing Natal — Kasus dugaan penyimpangan dana desa di Simpang Koje belum juga terang, namun publik justru dibuat geger oleh kehadiran mengejutkan seorang anggota DPRD Madina dalam proses klarifikasi oleh Inspektorat (25/07/2025).
Adalah Ahmad Yusuf Nasution, anggota DPRD dari Fraksi PKS, yang tampak ikut mendampingi langsung Kepala Desa Simpang Koje saat diperiksa Inspektorat terkait dugaan penyelewengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2023–2024.
Langkah Ahmad Yusuf itu menimbulkan gelombang kritik.
Pasalnya, sebagai anggota legislatif, ia seharusnya berposisi sebagai pengawas dan penjaga kepentingan publik, bukan justru hadir seperti “tameng politik” yang membela pihak yang sedang diperiksa atas dugaan pelanggaran keuangan negara.
Meski mengaku hanya mengantar “adik” ke kantor Inspektorat, keikutsertaannya hingga ke dalam ruang klarifikasi — yang seharusnya steril dari pengaruh eksternal — dinilai sebagai bentuk intervensi yang tidak semestinya dilakukan oleh seorang pejabat publik.
Pertanyaan publik pun mengemuka:
Atas kapasitas apa seorang legislator ikut masuk ruang pemeriksaan eksekutif desa?
Apakah tidak ada konflik kepentingan jika wakil rakyat justru melindungi pihak yang tengah diperiksa?
Di mana posisi moral dan etika jabatan seorang DPRD dalam kasus ini?
Parahnya lagi, saat wartawan hendak mengonfirmasi hasil klarifikasi, bukan kepala desa yang menjawab, melainkan Ahmad Yusuf sendiri yang melontarkan jawaban tidak sopan dalam bahasa daerah: "Ho kan marsapa, jadi inda dong" — yang berarti “Kau kan bertanya, jadi tidak ada.”
Sebuah pernyataan yang dianggap melecehkan etika komunikasi publik dan profesi pers.
Ketua Gerakan Pemuda Mahasiswa Simpang Sordang (GPM SimSor), Rizal Bakri, selaku pelapor kasus ini, menyampaikan:
"Jika DPRD justru turun tangan membentengi terlapor, maka fungsinya sebagai lembaga kontrol rakyat dipertanyakan. Kami berharap Inspektorat tidak tunduk pada tekanan politis apa pun."
Rizal menegaskan bahwa inspektorat harus menjunjung profesionalisme tanpa campur tangan dari pihak mana pun — termasuk dari anggota DPRD.
Situasi ini menciptakan preseden berbahaya, bahwa wakil rakyat bisa mengaburkan batas antara fungsi kontrol dan perlindungan terhadap pelanggaran.
Bila praktik ini dibiarkan, publik bisa kehilangan kepercayaan terhadap institusi legislatif.
Wakil rakyat seharusnya berdiri di barisan yang melindungi kebenaran bukan menjadi pelindung bagi dugaan pelanggaran. (*Red/Info Viral)
Komentar0